Direktur Eksekutif, Efriza: PKS Tidak Percaya Diri di Pilkada Depok

Published by admin on

Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS) semestinya bertindak lebih cepat dan berani. Sebab, PKS merupakan partai yang memperoleh suara terbanyak di Kota DEpok. PKS juga bisa mengajukan sendiri tanpa berkoalisi untuk calon pasangan dalam pemilihan walikota Depok 2020 nanti. Tetapi, kepopularitasan PKS tak sebanding lurus dengan nyali pengurus-pengurus partai tersebut. Tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan ketidakberanian PKS malah beresiko terhadap penurunan kepopularitasan.

PKS Sibuk Manuver

Popularitas Moh. Idris memang harus diakui masih tinggi. Moh. Idris pun disinyalir bukan kader PKS “murni.” Melihat fakta di atas, PKS pun bermanuver untuk mengajukan calon lain yang merupakan kader PKS. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum Internal Raya (Pemira) PKS dihasilkan tiga nama yakni Imam Budi Hartono, Moh. Hafid Nasir, dan T. Farida Rachmayanti.

Disamping mengajukan tiga nama, PKS pun sedari awal membangun koalisi dengan Partai Golkar. Koalisi ini pun akhirnya, disinyalir kandas. Penyebabnya, ketidakpercayaan diri PKS berkoalisi dengan Partai Golkar. Sehingga, tatkala Koalisi Gerindra-PDI Perjuangan telah disahkan pada Jumat tanggal 17 Juli 2020 lalu, Partai Golkar pun tak lama kemudian memilih untuk merubah haluan dalam Koalisi, maka disinyalir akan terbentuk Koalisi baru yakni Gerindra-PDIP-Partai Golkar.

Ketakutan melepaskan bayangan dengan petahana Moh. Idris, membuat PKS seperti ling-lung dalam melangkah. Sedangkan pesona Moh. Idris menjadi magnet yang mengganggu keseriusan mengajukan calon berdasarkan hasil Pemira PKS.

Tiga Nama Calon, Merubah Peta Koalisi

Peta kubu koalisi yang diawal ada tiga yakni Koalisi Gerindra-PDIP, Koalisi Depok Tertata (PAN, PD, PPP, dan PKB), dan Koalisi PKS-Golkar, praktis menyisakan dua kubu koalisi.

Koalisi Depok tertata, banyak yang mengira akan solid. Tetapi penulis meyakini koalisi depok tertata pun akan terjadi kerapuhan. PKB hingga saat ini masih menunjukkan keinginan bergabung menuju Koalisi Gerindra-PDIP. Keputusan ini bisa saja terjadi, karena PKB juga merupakan koalisi di pemerintahan, selain PDIP-Gerindra.

Sedangkan dalam perkembangan lain, keputusan yang berlarut-larut menyebabkan PKS malah terbebani persoalan baru. Secara fakta, memang terlihat sejak awal, Depok tertata minus PKB, lebih cenderung ke Moh. Idris yang merupakan petahana walikota Depok. Namun secara hitungan matematis, Depok tertata akan sulit mengajukan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota jika minus PKB. Sebab, batas minimal 10 kursi untuk bisa mengirimkan nama calon walikota dan wakil walikota Depok, tentu saja tidak terpenuhi. Sebab, PAN hanya memiliki 4 kursi, sedangkan Partai Demokrat memiliki 3 kursi, dan PPP memiliki 2 kursi.

Berdasarkan hitungan matematis dan realitas di atas, kemungkinan PAN, PD, dan PPP memilih bergabung dengan PKS. Ini menunjukkan PKS pun akan kembali berpaling ke cinta lamanya yakni Moh. Idris. Lagi-lagi gerak langkah ini diambil karena sikap pragmatis. Sikap pragmatis diambil karena ketidakberanian PKS untuk benar-benar serius mengajukan calon walikota dari kader PKS. Apakah permasalahan ini berhenti sampai di sini? Ternyata tidak, pilihan PKS mengajukan Moh. Idris akan menciptakan opini di masyarakat bahwa PKS dan Moh. Idris hanya memainkan gimmick semata, tak terjadi yang namanya ketidakcocokan.

Permasalahan selanjutnya, PKS juga tak mungkin, bisa seenaknya, akan mengajukan Moh. Idris dan wakilnya dari hasil Pemira yang merupakan kader PKS. Alasan logisnya, partai-partai lain tentu saja tidak akan bersedia dianggap ketidakhadiran mereka tidak memiliki arti dan sekaligus peran. Apalagi, jika terjadi reshuffle di politik nasional, dengan bergabungnya PAN di Pemerintahan. Maka, bisa saja PAN akan memikirkan untuk berkoalisi dengan Pemerintah Pusat sekaligus memilih bergabung dalam koalisi bersama Koalisi Gerindra-PDIP-Golkar, yang juga kemungkinan diikuti PKB.

Keroposnya koalisi yang coba dibangun PKS, ternyata akan bermasalah jika yang diajukan adalah Moh. Idris. Secara pragmatis kemungkinan menang memang besar. Tetapi, kejenuhan masyarakat akan tercipta dalam Pilkada Depok 2020 nanti. Sebab, pasangan yang bertanding adalah petahana semata yakni antara Moh. Idris dan Pradi Supriatna (PDIP-Gerindra). Inilah yang menyebabkan dimunculkannya calon baru, yakni Hardiono, Sekretaris Daerah (Sekda) Depok. Pertanyaannya adalah Apakah PKS akan mudah tak mengindahkan Moh. Idris yang memang lebih didukung oleh PD, PAN, PPP ataukah PKS malah mengorbankan hasil Pemira dengan mengajukan duet Moh. Idris dan Hardiono? Duet Moh. Idris dan Hardiono, memang pilihan yang relevan untuk mewujudkan koalisi PKS, PD, PAN, dan PPP. Sayangnya, duet ini sudah diprediksi sejak Maret 2020 lalu, sebelum Pemira dilakukan, artinya PKS hanya memainkan sandiwara semata mengenai percekcokan PKS dengan Moh. Idris dan menyelenggarakan Pemira untuk mengajukan kader internalnya. Namun, sandiwara ini menghasilkan akhir yang tidak memuaskan, politik pragmatis semata dari PKS, yang penting PKS menang!

 

Tulisan ini telah dimuat di: https://www.depokpos.com/2020/07/ketidakpercayaan-diri-pks-di-pilkada-depok/

 


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

google-site-verification=8N5TxWSBBIhu3nYT0oYVHkVyJSPdKuOpQNM5nHBjYg4