Gejolak Pergantian Sistem Pilkada

Published by admin on

Oleh: Astin Julia Rosa, peneliti bidang Politik dan Pemerintahan Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan

Gebyar pemilihan kepala daerah akan mulai dilaksanakan pada tahun 2020, namun penulis masih mempertanyakan terkait sistem apa yang cocok untuk dapat digunakan pada pemilihan umum tahun ini di sejumlah wilayah di Indonesia. Terdapat beberapa pendapat yang pro dan kontra terkait pilkada asimetris yang sekitar tahun 2019 mulai dikenalkan kembali oleh Menteri Dalam Negeri RI yaitu Tito Karnavian.

Pilkada asimetris ini dicanangkan dapat dilaksanakan untuk Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan Bulan Desember yang akan datang. Menurutnya pilkada yang menggunakan sistem asimetris ini dinilai lebih menghemat biaya dibandingkan pilkada yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem pemilihan langsung dimana rakyat dapat ikut berperan dalam pemilihan secara langsung yang mengeluarkan biaya lebih mahal.

Abu-abu sistem asimetris

Pilkada asimetris bukan lah sesuatu yang tabu untuk diketahui karena sudah ada daerah yang melakukan pemilihan menggunakan sistem asimetris ini seperti Jakarta dan juga Yogyakarta. Memang sistem asimetris ini lebih dikenal untuk daerah yang diberikan hak istimewa karena adanya perbedaan dari segi budaya, dan potensi wilayahnya. Namun mengingat saat ini terdapat suatu pandemi Covid-19 yang tidak semua daerah memasuki zona merah melainkan ada pula daerah yang berada di zona kuning bahkan zona hijau yang ada di Indonesia.

Namun ada baiknya suatu pilkada dilaksanakan dengan menggunakan sistem asimetris yang salah satu tujuannya yaitu untuk meminimalisir biaya yang lebih banyak dikeluarkan oleh pemerintah dan juga lebih mengklasifikasikan setiap daerah yang memiliki zona keamanan yang berbeda-beda. Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah berpendapat terkait isu pergantian sistem pemilihan ini yaitu, apakah rakyat akan menerima terkait perbedaan tersebut? Tentu tidak semua akan menerima.

Penulis menjelaskan alasan mengapa diduga masyarakat sebagian besar akan menolaknya, sebab masih banyak masyarakat Indonesia yang menginginkan persamaan salah satunya dalam hal memilih pemimpin yang akan memimpin daerahnya tersebut. Opini penulis mengatakan bahwa pilkada yang menggunakan sistem asimetris ini masih memiliki kendala disamping terdapat kelebihan yang akan didapatkan apabila pilkada 2020 menggunakan sistem ini.

Asimetris atau langsung?

Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara pasti terkait prosedur yang ada di dalam sistem asimetris itu. Sebab banyak masyarakat kita yang lebih mengenal pilkada yang menggunakan sistem langsung dimana mereka datang langsung ke TPU untuk mencoblos calon pemimpin mereka. Akan tetapi pilkada yang menggunakan asimetris ini dinilai bisa membawa kegiatan demokrasi lebih baik karena memang secara realitanya banyak masyarakat Indonesia yang belum mengerti secara pasti apa itu kegiatan demokrasi yang sesungguhnya karena masih banyak saja politik uang yang dibagikan sebelum pesta demokrasi diberlangsungkan, padahal prinsip demokrasi itu mengedepankan sikap kejujuran bukan paksaan dari pihak manapun.

Sedangkan pemilihan langsung akan tetap dilaksanakan apabila masyarakat Indonesia telah mengerti secara pasti arti dari demokrasi. Penulis menyatakan pendapatnya pada kesempatan kali ini terkait isu Pilkada asimetris ini memang belum banyak orang mengetahui bahwa ada kesempatan perubahan sistem demokrasi kita yaitu dari sistem langsung menjadi sistem asimetris dan masih banyak pro dan kontra yang terjadi di tiap lembaga-lembaga pemerintah di Indonesia.

Namun menurut beberapa sumber media yang telah saya baca, masih banyak keraguan untuk merubah sistem langsung itu menjadi sistem asimetris. Menurut penulis untuk Pilkada saat ini ada baiknya tetap menggunakan standar pemilihan langsung karena selain masih banyak masyarakat yang belum mengetahui secara pasti terkait sistem asimetris tersebut, namun dalam sistem pemilihan langsung masyarakat dapat ikut langsung untuk bisa memilih calon pemimpin mereka. Dalam pemilihan langsung juga masyarakat yang tergolong usia pemilih jadi mengerti bagaimana situasi saat mereka mengikuti pesta demokrasi yang nanti akan diselenggarakan oleh pemerintahan daerah setempat.

Bahwa memang membutuhkan suatu slogan yang sering dikenal dengan LUBER JURDIL yaitu langsung umum bebas jujur rahasia dan adil. Sehingga setiap masyarakat memiliki rasa tanggungjawab untuk bisa memilih calon pemimpin di daerah mereka masing-masing. Karena memang tujuan dari adanya pilkada secara langsung yaitu untuk menghasilkan pemimpin yang lebih berkualitas dan memiliki integritas yang baik, karena dalam pilkada asimetris juga lebih dikenal dengan pemilihan yang dilaksanakan secara tidak langsung dimana pemimpin daerah dipilih oleh DPRD yang biasanya tidak sesuai dengan keinginan masyarakat di daerah tersebut. Kesenjangan dan adanya bentuk rasa ketidakpercayaan yang diberikan dari rakyat kepada DPRD untuk bisa menghasilkan pemimpin yang baik dan sesuai dengan keinginan rakyat. Adapun dengan pemilihan yang menggunakan sistem asimetris dapat memberi kemudahan dan kesiapan pemilih pada saat pesta demokrasi akan dilaksanakan.


0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published.

google-site-verification=8N5TxWSBBIhu3nYT0oYVHkVyJSPdKuOpQNM5nHBjYg4